PELANGI DI TERIK MATAHARI
26 Januari 2014 itulah hari dimana aku ditinggalkan ayahku untuk selama-lamanya. Sejak itu pula ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibuku seorang penjual es campur. Manjadi pelangi di terik matahari saat detik dimana aku terlahir didunia ini. Aku adalah gadis kecil yang manis sebutlah namaku Ayu. Malam itu terasa sunyi bersama suara merdu jangkrik. Duduk terdiam bersama ibuku.
Ibu : nak bagaimana kelanjutannya? Kamu akan kuliah dimana?
Ayu : bu.., maaf sepertinya ayu tak bisa lanjut kuliah.
Ibu : mengapa nak?
Ayu : aku tak bisa melihat ibu bekerja keras sendiri bu, adikku masih ada 2 dan mereka pun butuh sekolah. Aku tak bisa membiarkan ibu bekerja sendiri menjadi tulang punggung keluarga ini bu! (masuk kedalam kamar)
Ibu : (mengetuk pintu ) nak buka pintunya nak ibu mau bicara sayang.
Pintu kamar berukuran 3 x 4 m pun kubuka dan ibu masuk kedalam.
“Nak masih ingatkah kau dengan cita-cita ayahmu? Dia menginginkan anak-anaknya bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya Nak. Tidak perlu kau memikirkan ibu. Kuliahlah, itu akan membuat hati ayah ibumu bahagia Nak. Sudah kewajiban ibumu untuk menggantikan ayahmu sebagai tulang punggung keluarga ini. Pilihlah perguruan tinggi yang bagus kuliahlah dengan semangat nak. Ibu akan selalu mendukungmu.
(memeluk ibu sambil menangis) “Trimakasih bu, sebenarnya aku ingin kuliah. Tapi, aku tak sanggup melihat ibu berjualan sendiri dipasar, aku tak sanggup membiarkan ibu berjuang sendiri bu” , ungkap gadis manis itu dengan deraian air mata.
“Nak dengan kamu kuliah dan meraih prestasi yang baik itu cukup membuat ibu dan ayahmu bahagia nak. Dan itu adalah bentuk rasa cintamu pada ayah dan ibu nak. Percayalah nak ibu akan baik-baik saja, ibu akan berjuang dan ingat nak kamu harus sukses seperti apa yang di cita-citakan almarhum ayahmu nak (sambil memeluk anak gadisnya).
Setelah berhari-hari difikirkan dengan matang ayu pun memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliahan. Ia diterima di Universitas Lampung mengambil jurusan Pertanian.
Suatu ketika waktu pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) pun tiba ibu menanyakan berapa besar uang yang harus dikeluarkan pada saat itu ayu tidak menjawabnya. “ sudah bu tidak usah difikirkan bu, Ayu akan berusaha mencari beasiswa bu,” ujarnya dengan penuh keyakinan”.
Ibu agak ragu mendengarnya karna ia faham betul karakter anaknya ketika anak gadidnya sedang berbohong. Ibu pun mencari informasi kepada teman-teman ayu apakah benar ayu telah mendapatkan beasiswa. Ternyata, ayu tidak mendapatkan beasiswa karna ia telat mandapatkan informasi pendaftarannya karena ia sibuk bekerja di sela-sela menunggu pengumuman hasil PTN. Ibu bersedih, dari mana ia akan mendapatkan uang dengan singkat waktu tersebut sedangkan waktu yang hanya seminggu dan ia harus mendapatkan uang Rp 2.400.000 belum lagi ditambah uang pesangon untuk gadis tercintanya itu.
“bu.. aku tidak usah kuliah ya, aku tidak ingin menyusahkan ibu. Aku ingin bekerja mencari uang untuk ibu dan adik-adik,” ujar gadis itu.
(menatap wajah anaknya dengan mata berkaca-kaca) nak ibu selama ini selalu ingin yang terbaik untukmu dan adik-adikmu nak. Ibu ingin kamu tetap kuliah. Ibu ingin kamu menjadi orang besar. Ibu ingin mewujudkan cita-cita almarhum ayahmu nak. Ibu akan berusaha nak. Kamu harus tetap kuliah dalam seminggu ini ibu akan carikan uang itu dan kamu harus berjanji nak, kamu akan meraih prestasi gemilang, manjadi panutan adik-adikmu.
Keesokan harinya ibu berjualan hingga tak kenal lelah kesana kemari menjajakan es yang dijualnya.Tak hanya itu ibu pun membuat gorengan untuk dijajakan dengan harapan keuntungan yang lebih agar dapat membayar UKT gadis kesayangnya. Panasnya cuaca tak menyurutkan semangtnya, gunung meletuspun mungkin tak kan dihiraukannya. Sesekali gadis ini ke kamar mandi untuk menumpahkan air mata yang sudah tidak dapat lagi terbendung di matanya. Terisak-isak sambil meneteskan air mata dengan menahan suara agar tak ada orang yang mendengarnya.
Hingga waktu terakhir pembayaran pun tiba uang Rp 2.400.000 belum terkumpul masih kurang Rp 600.000. Tak sedikit pun ibu memasang wajah sedih, gundah, hanya wajah yakin yang ia selalu tunjukkan pada anak-anaknya. Malam itu pun aku bertanya pada ibu “bu bagaimana, kita sudah berusaha namun, Allah belum mengizinkan aku untuk kuliah bu. Mungkin memang belum waktunya aku kuliah, biarkan aku mencari uang dulu bun anti pasti aku akan kuliah bu yakinlah pada anakmu ini bu”, ujar gadis itu dengan nada menyakinkan.
“Tidak! Kau harus tetap kuliah tahun ini nak nanti biar ibu yang bilang pada petugasnya ibu akan mencicilnya nak (masuk kekamar).
Pukul 8.45 ibu dan ayu ke bank untuk membayar UKT tersebut. Antrian pun panjang hingga tepat jam 14.23 giliran ibu . “Ada yang bisa dibantu bu”, Tanya teller bank. Ini mbak saya mau bayar UKT anak saya kuliah mbak tapi saya mau mencicil dulu mbak karena masih kurang Rp 600.000 mbak, bagaimana mbak?
“ Mohon maaf ibu, mungkin ibu besok atau lusa kesini lagi karena untuk pembayaran UKT tidak bisa dicicil ibu, ini sudah kebijakkannya ibu,”ujar teller tersebut.
Kekecewaan yang benar-benar ibu rasakan, lemas bandannya hingga tak sanggup untuk berjalan mendengar pernyataan sang teller. Orang-orang disekeliling pun menatap kami. Cuek yang bisa aku lakukan. Dengan tabah dan hati ikhlas kupeluk ibuku dan duduk dikursi tunggu untuk meregangkan syaraf yang mungkin mengejutkan raga ibuku. Kupeluk kuusap-usap punggung ibuku sambil meyakinkannya. “ Bu, meski tahun ini aku tidak bisa kuliah namun aku tetap berusaha bu tahun besok aku akan tetap kuliah bu,” Ungkapku meyakinkan ibu. Ibu memandangku (hanya tersenyum).
Seseorang menghampiri kami, dan duduk bersama kami. “ Loh mbak mar ada apa disini, mengapa lemas begitu? Coba ceritakan padaku mbak mar”, kata seseorang tadi.
Seseorang ini adalah ibu-ibu yang menjadi pelanggan setia es ibuku sebut saja bulek sum. Ibu menceritakan apa yang terjadi. Bulek sum menangis mendengar cerita ibu hingga ia terbesit untuk menolong kami untuk meminjamkan uang. “ tak usah ragu mbak mar, pakailah uangku ntuk membiayai anakmu kulaih. Aku sudah mengganggapmu seperti kakakku dan anakmu seperti anakku. Kebetulan anakku minggu depan berangkat ke Bandarlampung biar Ayu bareng dengan santi dan tinggal saja di rumahku mbak,” tawaran manis bulek sum. Mendengar hal itu ibu bersemangat kembali dan mengucap banyak terimakasih kepada bulek sum karena telah menolongnya.
Ibu adalah pelangi bagi hidupku, ia mampu manjadi pelangi meski panasa terik matahari melanda .ya, itulah ibuku. Ayu pun akhirnya kuliah dengan bersemangat untuk meraih cita-cita dan prestasi yang gemilang demi ibu tercintanya dan almarhum ayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar